Selasa, 22 September 2015

on Leave a Comment

Mahasiswa Minta Polisi Usut Tuntas Dugaan Korupsi Meubeler IAIN Pontianak

PONTIANAK, - Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Pontianak, Ramses, berang saat mendengar pihak kepolisian disebut tidak independen, terkait penanganan kasus dugaan korupsi meubeler di Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.

“Bawa dia (Khairunnas). Maksudnya, kita tidak independennya apa?” jawab Ramses menanggapi pernyataan itu.

Nada protes tersebut ditunjukkan saat tiga mahasiswa IAIN mendatangi Polresta Pontianak, untuk beraudiensi terkait kasus dugaan korupsi meubeler di Rusunawa IAIN Pontianak, Senin (21/9) pagi.
Abdul, Koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli IAIN mengatakan, sebelumnya telah beraudiensi dengan pihak kampus. Namun, agar tidak mendapatkan informasi sepihak, dia bersama mahasiswa lainnya mendatangi Polresta untuk perbandingan.

“Kami sudah audiensi dengan pihak kampus. Jadi, sekarang kami datang ke sini (Polresta) untuk mengetahui info sebenarnya, dan soal kejelasan penanganan kasusnya,” ujarnya kepada Suara Pemred.

Mengutip audiensi kala itu, kata Abdul, Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik dan Keuangan (Karo AUAK) IAIN, Khairunnas menyatakan bahwa pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di IAIN, tidak independen.

“Karena dikawal oleh Polresta. Lagi pula sudah diperiksa BPK,” ucapnya, menurikan pembicaraan dalam audiensi di IAIN.

Mendengar pernyataan tersebut, Ramses pun membantah pihak kepolisian tidak independen. Bahkan, dia balik mempertanyakan pernyataan pihak IAIN.

Jika BPKP, kata Ramses, meminta pengawalan dalam pemeriksaan terhadap proyek pengadaan meubel di Rusunawa, tentu atas permintaan tersebut, Polresta berhak mendampingi BPKP.

“Perlu kan? Berarti omongan Pak Khairunnas? Sudah, kalian nilai sendiri. Tidak tahu aturan dia,” terangnya sambil tertawa.

Ketika mahasiswa menganggap, pihak kepolisian terkesan lamban menangani kasus dugaan korupsi meubeler Rusunawa lantaran tidak satupun tersangka yang dipanggil, Ramses juga tak terima. Menurutnya, pihak kepolisian telah memanggil para tersangka.

“Polresta (Pontianak) ini, cek seluruh Indonesia. Cek dulu. Jangan asal-asalan ngomong. Aku mau lawan tanding. Penyidik mana yang kau (mahasiswa) tunjuk,” ujarnya sambil menunjukkan piagam prestasi dari Wakapolri, terkait penanganan kasus oleh Polresta Pontianak.

Kendati sudah memanggil para tersangka, Ramses tidak terbuka soal siapa saja yang telah dipanggil. Menurutnya, tidak penting siapa saja yang sudah dipanggil.

“Itu urusan komandan. Kita ini anak buah, memang tidak boleh untuk mengekspos (nama-nama tersangka) itu. Ada pedomannya dari Kapolri,” tuturnya.

Ramses mengatakan, penyidikan yang dilakukan pihak Polresta sedang dalam proses. Menurutnya, menangani suatu kasus harus profesional. Mengingat kasus ini, berkaitan dengan karir dan perlindungan hak asasi seseorang.

“Begini loh, ada tahapan dan prosesnya. Tidak boleh asal ngomong saja,” katanya kepada mahasiswa.

Dengan penjelasan Ramses tersebut, satu di antara mahasiswa, Herianto, mengkritik langsung pihak kepolisian. Menurutnya, Polresta belum bisa memberikan informasi dengan jelas. Padahal, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), mengamanahkan agar segala informasi yang layak diketahui oleh publik, tidak boleh ditutup-tutupi.

“Berarti, Undang-Undang KIP, tidak difungsikan (Polresta) ya pak?” tanya Herianto.

Namun, Ramses membantah. Menurutnya, Polresta sudah berusaha transparan. Dengan rilis berita di media cetak, berarti pihak kepolisian telah memenuhi keterbukaan informasi publik.

“Kalian sudah baca koran, dan publik sudah tahu. Apa lagi?” kata Ramses.

Ramses mengungkapkan, sudah banyak alumni STAIN atau IAIN yang datang ke Polresta, untuk menanyakan ikhwal kasus tersebut.

“Alumni kalian (IAIN), semua ingin tahu. Ada yang telepon,” bebernya.

Kepada mahasiswa, Ramses menunjukkan laporan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yang di salah satu lembar surat telah ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Yang menandatangani siapa, yang menerima siapa,” ucapnya.

Ramses juga menegaskan, pihak kepolisian secara serius menangani kasus dugaan korupsi ini. Atas nama Undang-undang, kasus ini juga akan dilanjutkan hingga ke pengadilan.

“Kasus ini tetap sampai ke meja hijau. Sepanjang ada alat bukti. Makanya, kawal saja sampai ke pengadilan,” terangnya kepada mahasiswa.

Dengan hasil audiensi tersebut, Herianto menyambut baik dengan proses yang dilakukan Polresta. Menurutnya, mahasiswa mendukung kinerja kepolisian untuk menyelesaikan dugaan korupsi tersebut.

“Kami mendukung penuh pihak kepolisian, untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas,” tutur Heri.

Proyek pengadaan meubeler untuk asrama mahasiswa di STAIN Pontianak yang kini berganti nama menjadi IAIN Pontianak, sebelumnya dinilai bermasalah oleh Polresta Pontianak.
Kegiatan dengan melibatkan CV DA sebagai pihak ketiga ini menggunakan pagu dana senilai lebih dari Rp 2 miliar, berasal dari anggaran APBN tahun 2012. Berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan BPKP Kalbar, diduga terjadi tindak pidana korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 552 juta.
Dugaan sementara penyidik, modus operandi yang dilakukan dengan cara membeli barang-barang yang mereknya tidak sesuai dengan klausul kontrak yang sudah ditetapkan.

Misalnya, dalam klausul kontrak tercantum merek Trimax, namun yang didatangkan merek lain dengan harga lebih murah.

Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul sempat menyatakan, pihaknya saat ini telah mengincar sejumlah pihak yang diduga bertanggungjawab. Bahkan, sudah ada empat orang yang kini telah berstatus sebagai tersangka setelah melalui gelar perkara yang dilakukan penyidik. Namun nama-nama itu belum bisa diungkapkan.

Tidak Independen
Karo AUAK IAIN, Khairunnas sebelumnya mengaku kaget dengan perhitungan kerugian negara yang diaudit investigasi oleh BPKP Kalbar mencapai Rp 500 juta, tanpa melakukan perincian dengan jelas dan menyerahkan hasil audit tersebut kepada Rektor IAIN.

Bahkan, dia menuding BPKP dalam melakukan audit tidak independen, sebab selalu didamping oleh penyidik Polresta Pontianak.

“Saya melihat audit investigasi BPKP, belum sesuai dengan sesungguhnya dan cenderung tidak independen, karena selalu didampingi oleh penyidik Polresta,” kata Khairunas, belum lama ini kepada sejumlah awak media di IAIN Pontianak.

Selain itu, seharusnya perkara tersebut sudah selesai, setelah pihaknya mengembalikan kelebihan pembayaran pekerjaan pengadaan sebesar Rp 34 juta, untuk disetorkan kembali kepada kas negara.
Kelebihan pembayaran pekerjaan tersebut, ungkapnya, diketaahui saat dilakukan audit oleh BPK dan menemukan ketidaksesuaian antara merek yang ditawarkan dengan merek yang diserahkan.

“Atas ketidaksesuain tersebut, kemudian kami segera menyampaikan kepada pihak ketiga (CV DA), untuk dapat menjelaskan dan mempertanggungjawabkan hasiul temuan tersebut, sesuai dengan klausul kontrak yang memberi garansi satu tahun,” ucapnya.

Barang-barang meubelair yang tercantum di dalam kontrak itu, umumnya bermerek dagang Trimax. Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil cek fisik yang dilaakukan oleh BPK, ditemukan merek-merek lain. Seperti, Hakari Pheonix, merek lokal dan bahkan buatan sendiri.

“Kontraktor CV DA selaku penyedia barang kemudian menghubungi PT TF yang berperan sebagai pihak pemberi dukungan, untuk mengganti barang-barang agar sesuai kalausul,” ucapnya.
Barang yang tidak sesuai tersebut, kemudian ditarik kembali oleh PT TF melalui CV DA dan ditukar dengan barang bermerek Trimax, berdasarkan berita acara serah terima barang Nomor: Sti.22/PPK-II/PB.MR/02/2013.

Namun belakangan, setelah dilakukan pemeriksaan kembali oleh Inspektorat Kementerian Agama RI pada tanggal 21 Februari 2014, ditemukan bahwa barang-barang yang telah diganti itu, ternyata secara fisik masih barang yang sama. Hanya diganti dengan merek Trimax, yang dilakukan oleh teknisi lokal atas permintaan PT TF.(sumber www.suarapemred.co.id )

on Leave a Comment

Curi Ikan, 46 WNA asal Vietnam Segera Dideportasi

PONTIANAK, - Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak menyerahkan 46 warga negara asing (WNA) asal Vietnam kepada Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak untuk segera dideportasi ke negara asalnya, Senin (21/9).

Kepala Unit Awak Kapal Tangkap (AKT) PSDKP, Fredy S Asra mengatakan, ke-46 warga negara Vietnam tersebut seluruhnya merupakan anak buah kapal (ABK) dan bukan nahkoda. Sesuai aturan, mereka tidak dapat dikenakan jeratan hukum, hanya nanti akan dilakukan pemeriksaan.

“Kita limpahkan ke Kantor Imigrasi untuk dilakukan penyidikan yang akan dilakukan di Rudenim,” kata Fredy.

Dijelaskan Fredy, WNA asal Vietnam tersebut sebelumnya ditangkap oleh kapal pengawas yang berpatroli di perairan Indononesia pada Agustus lalu. Berkas perkara mereka juga telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pontianak.

“‎Mereka ini ABK ta‎ngkapan kita bulan kemarin, statusnya sedang dalam penyidikan kejaksaan,” katanya.
Setelah semua penyidikan selesai, 46 WNA yang dipastikan dalam kondisi sehat ini, selanjutnya oleh Imigrasi akan dideportasi ke negara asalnya.

“Kondisinya sehat dan siap dideportasi,” ujarnya.

46 WNA tersebut dibawa anggota PSDKP dengan menggunakan mobil pickup yang telah dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai mobil tahanan. Setiba di Kantor Imigrasi kelas I Pontianak, Jalan Sutoyo Pontianak Selatan, mereka digiring ke lantai dua kantor untuk dilakukan pendataan.

Usai pendataan, WNA yang semuanya pria dan berkepala plontos tersebut dimasukkan kembali ke dalam mobil PSDKP. Dengan dikawal pihak imigrasi, mereka kemudian diinapkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Tran Van Hai, seorang WNA asal Vietnam yang mengerti bahasa Indonesia mengatakan, dia bersama dengan rekan lainnya memang seorang nelayan yang bekerja kepada seorang tekong atau juragan. Dari pekerjaannya sebagai nelayan, dia mendapat upah sebesar 500 Dong
(mata uang Vietnam) setiap bulan.

“Kami diupah per bulan, masing-masing mendapatkan 500 Dong,” ujar Van Hai dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Dari 46 WNA itu pula, diketahui ada empat WNA yang masih berusia di bawah umur, yakni Tran Van Len dan Nguyeng Van Hoang berusia 14 tahun. Serta Loung Van berusia 15 tahun dan Danh Vu Phoung berusia 16 tahun.

Sementara itu, Kasubsi Pegawasan Imigrasi Kelas I Pontianak, Rosinawati mengatakan, seluruh ABK asal Vietnam akan segera dideportasi secepatnya jika semua berkas-berkas dan persyaratan telah selesai.
“Menunggu itu, sementara kita tampung di Rudenim,” ujarnya

Minggu, 20 September 2015

on Leave a Comment

1.046 Warga Kota Pontianak Mengidap ISPA

PONTI
ANAK, - Dinas Kesehatan Pontianak, selama tiga hari terakhir mencatat sedikitnya 1.046 warga mengidap ISPA. Tersebar di enam kecamatan, yakni Pontianak Utara dengan 149 orang, Pontianak Timur 259 orang, Pontianak Selatan 70 orang, Pontianak Kota 188 orang, Pontianak Barat 318 orang dan Pontianak Tenggara 62 orang.

Sementara di 10 rumah sakit di Kota Pontianak, terdapat 122 pasien ISPA yang dirawat jalan dan empat pasien ISPA yang mengalami rawat inap. Kepala Jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Antoen Soedjarwo Pontianak, dr Mirzha mengatakan, hingga Kamis (17/9) pihaknya telah menerima sedikitnya belasan pasien mengalami ISPA, yang didominasi oleh pelajar.

“Awalnya hanya tujuh orang, kemudian siang serta sorenya kembali bertambah. Hingga total semuanya adalah 17 pelajar, ditambah dengan satu orang mahasiswa,” jelasnya.

Semua keluhan pasien yang datang adalah karena merasa sesak napas dengan kondisi tubuh serasa lemas. Dan umumnya, pasien ISPA yang datang berasal dari SMKN 5, SMA Muhammadiyah 2, SMAN 10 dan IAIN Pontianak.

“Paling banyak dari SMKN 5, yakni 12 siswi yang masuk ke IGD, sedangkan ada satu mahasiswa IAIN,” ucapnya.

Selain itu, dia juga menyebutkan terdapat lima orang pasien dewasa yang mengidap ISPA dan sedang ditangani.

“Sejumlah pelajar dan orang dewasa yang sempat dirawat itu sebagian besar sudah dipulangkan dan dimintakan untuk rawat jalan,” jelasnya.

Satu di antara siswa yang mengalami ISPA dan dirawat di rumah sakit yang dikenal sebagai rumah sakit kepolisian tersebut mengaku merasa dadanya menjadi tiba-tiba sesak jika bernafas.

“Sudah terjadi sejak kemarin, namun karena hari ini sudah tidak mampu menahannya jadi saya diminta guru untuk melakukan pemeriksaan di sini,’ ucap siswi SMAN 10 Pontianak tersebut sambil terbaring lemah.

Dikatakannya, kabut asap yang terjadi di Pontianak sudah sangat parah karena sudah masuk hingga ke ruang kelasnya. Beruntung proses belajar mengajar telah diliburkan kembali.

“Tak hanya saya yang mengeluhkan ini, tapi banyak teman-teman saya juga mengatakan sesak nafasnya. Kabut itu memasuki ruang kelas. Beruntung hari ini diliburkan,” tukasnya.
on Leave a Comment

KR Beserta Dua Orang Rekannya Dibekuk Polisi setelah Jual Sepupu 1,4 Juta

PONTIANAK, - Satuan tim Direktorat Kriminal Umum Polda Kalbar berhasil menggagalkan eksploitasi ekonomi dan seksual anak di bawah umur. KR (23), seorang wanita muda asal Pontianak ditangkap karena kedapatan menjual FR (13), sepupunya sendiri kepada seorang pengusaha perkebunan berinisial SB dengan melalui perantara MM di hotel Star, jalan Gajah Mada Pontianak Selatan, Jumat (11/9) kemarin.

“Korban diketahui berinisial FR, warga Pontianak Selatan yang baru berumur 13 tahun, merupakan pelajar salah satu SMP di Kota Pontianak. Korban diketahui sering pulang larut malam, itu kita dapat berdasarkan keterangan dari salah satu warga dimana dari informasi itu kita mencoba melakukan pengembangan terhadap korban,” kata

Wadir Reskrimum Polda Kalbar, AKBP Supriadi mengatakan, terungkapnya dugaan prostitusi anak di bawah umur ini bermula dari informasi bahwa pada saat itu akan dilakukan transaksi jual beli terhadap wanita yang masih duduk di kelas dua SLTP di Pontianak. Menindaklanjuti informasi tersebut, kemudian dilakukan penyelidikan dengan membuntuti KR yang tengah membonceng korban FR menuju sebuah warung kopi dekat Hotel Star.

“Keduanya berboncengan dan menuju ke arah Jalan Gajahmada menuju ke satu di antara warung kopi yang tidak jauh dari lokasi Hotel Star yang akan dijadikan tempat transaksi,” ujar Supriadi, Minggu (13/9) di Mapolda Kalbar.

Di warung kopi itu ternyata MM sudah menunggu. MM kemudian menjelaskan kepada FR bahwa akan ditemukan dengan seorang lelaki yang telah menunggu di dalam kamar hotel. Proses tawar menawar harga pun terjadi di lokasi tersebut.

“Merasa tidak cocok dengan harganya, negosiasi harga dilanjutkan ke Hotel bersama SB sendiri langsung,” ujarnya.

Setelah sepakat, SB kemudian memberikan uang senilai Rp 1,4 juta kepada KR dan Rp 300 ribu kepada MM sebagai upah untuk menghubungkan antara SB dan korban MM. Lalu keduanya meninggalkaan FR di kamar hotel bersama SB.

Saat di lobby hotel, kata Supriadi, keduanya langsung dicegat anggota, sedangkan yang lainnya merangsek ke kamar hotel bernomor 151 untuk melakukan penggerbekan.

“Belum lama MM dan KR keluar dari kamar, anggota kita mengetuk pintu kamar dan diketahui keduanya hampir melakukan perbuatan tak senonoh. Di dalam kamar, ditemukan tiga buah alat kontrasepsi, serta sejumlah ponsel dan uang tunai hasil transaksi. Karena ketangkap tangan, pelaku dan korban kita giring ke Mapolda untuk diproses,” katanya.

Berdasarkan penyidikan, KR dan MM telah saling mengenal sejak lama. Suatu hari, MM pernah meminta kepada KR untuk mencarikan seorang wanita. Sebelum dilakukan transaksi, Kamis (10/9), KR sempat mengirimkan foto FR kepada MM.

“Tidak puas dengan foto, MM pergi ke rumah KR untuk bertemu langsung dengan FR. Setelah itu segera mengirim foto FR kepada SB,” ucapnya.

Kasus ini adalah kasus percobaan perbuatan cabul kepada anak di bawah umur dan eksploitasi anak. Untuk hasil visum, tambah Supriadi, masih menunggu dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalbar, karena diduga belum terjadi perbuatan seksualnya.

Pasal yang disangkakan kepada ketiga orang tersebut lanjut Supriadi, adalah eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 UU RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 56 KUHP.

“Atas perbuatannya itu, tersangka KR akan dikenai pasal 88 UU RI Nomor 35 tahun 2014. Sementara itu, untuk tersangka MM dan SB dikenai pasal 88 UU RI Nomor 35 tahun 2014 Jo Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 10 tahun dengan denda Rp5 miliar,” pungkas Supriadi.
on 1 comment

LAKI Tuding Penanganan Korupsi Meubeler IAIN Pontianak Lamban

PONTIANAK, - Proses penyidikan Polresta Pontianak terhadap perkara dugaan korupsi  pengadaan Meubeler asrama mahasiswa Institut Agama Islam Pontianak tahun 2012, dinilai lamban. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin Abdullah, Senin (14/9).

Menurut Burhanudin, proses setiap perkara korupsi yang tengah dilakukan penyidikan harus cepat. Pasalnya, ini menyangkut nama baik seseorang yang menjadi calon orang yang disangkakan.
“Jika ada bukti yang kuat segera diproses. Namun jika tidak ada bukti cepat hentikan agar kasusnya tidak menggantung,” katanya.

Penanganan kasus korupsi, katanya, harus jelas dudukan kasus hukumnya. Yakni meliputi adanya perbuatan melawan hukum, merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Ketika sudah cukup, baru kemudian cari kerugian negaranya, tetapkan tersangka dan segera disidangkan.

“Jika sudah jelas seperti itu, prosesnya harus cepat. Jangan sengaja diperlama atau dimain-mainkan waktunya,” tegasnya.

Burhanudin berharap, Polresta transparan terhadap perkara meubeler ini karena masyarakat sedang menunggu dan membutuhkan kejelasan selanjutnya dari proses hukum yang telah dilakukan.

“Polresta harus transparan dalam kasus ini, karena sedang ditunggu masyarakat,” tukasnya.

Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul mengatakan, saat ini perkara tersebut masih dalam proses penyidikan. Dalam waktu dekat pihaknya akan kembali memeriksa sejumlah saksi untuk menjadi bahan tambahan.

“Beberapa saksi masih perlu pemeriksaan tambahan dan kontraktor juga sudah dilakukan pemeriksaan,” kata Andi.

Mengenai empat tersangka yang sempat disebut beberapa waktu lalu, Andi mengatakan bahwa saat ini keempat tersangka yang telah ditetapkan oleh penyidik masih belum mau dipublikasikan.
“Nanti lah itu bos, setelah ada jadwal pemanggilan lah. Nanti pasti disampaikan lah,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, bahwa proyek pengadaan meubelair untuk asrama mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pontianak yang kini berganti nama menjadi Institut Agama Islam Negeri Pontianak dinilai bermasalah oleh Polresta Pontianak.

Kegiatan dengan melibatkan CV. DA sebagai pihak ketiga tersebut menggunakan pagu dana senilai lebih dari Rp 2 miliar yang berasal dari anggaran APBN di tahun 2012. Berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, diduga terjadi tindak pidana korupsi dengan kerugian negara mencapai sebesar Rp 552 juta.

Dugaan sementara penyidik, modus operandi yang dilakukan sehingga mengakibatkan kerugian negara adalah dengan cara membeli barang-barang yang mereknya tidak sesuai dengan klausul kontrak yang sudah ditetapkan. Seperti misalnya, didalam klausul kotrak dicantumkan merek Trimax namun yang didatangkan bermerek lain dengan harga yang lebih murah.

Saat ini penyidik diketahui telah mengincar sejumlah pihak yang diduga bertanggungjawab atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Bahkan sudah ada empat orang yang kini telah berstatus sebagai tersangka setelah melalui gelar perkara yang dilakukan penyidik awal Agustus 2015 lalu.

(Terbit di Harian Suara Pemred)
on Leave a Comment

Bayi Temuan Kusosi Diazankan Polisi di Dokkes Pontianak

PONTIANAK, - Seorang bayi lelaki ditemukan oleh Muhammad Kusosi (62) di depan pintu rumahnya, Jalan Karna Sosial, Akcaya, Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kamis (17/9) malam. Anak yang masih merah berusia sekitar sepekan ini, hanya berselimut kain merah dan kuning. Di balik selimut terselip tulisan ‘Muhammad Zulfaris Septian’. Diperkirakan, itulah nama bayi malang yang berkulit putih tersebut.

Malam itu, Kusosi dan istrinya Painah (53) disergap kantuk berat. Keduanya bersiap-siap masuk kamar untuk beristirahat.
Tak lama kemudian, mereka dikejutkan oleh suara keras seperti seseorang yang mendobrak pintu masuk rumah. “Saya sempat terkejut karena ada suara seperti orang mendobrak pintu. Keras sekali,” ujar Kusosi di rumahnya, Jumat (18/9).

Merasa penasaran, Kusosi berniat mengecek pintu rumah. Namun niat keluar rumah itu diurungkan karena kuatir ada orang yang berniat jahat. Kusosi hanya membuka jendela untuk mengecek bagian depan rumahnya.

Namun yang dilihatnya ternyata sebuah bungkusan kain berwarna kuning kemerahan. Rasa penasaran memicu Kusosi untuk mendekati bungkusan yang bergerak-gerak lemah sambil mengeluarkan suara tangisan dan rengekan bayi. Didesak rasa ingin tahu, Kusosi berusaha memperhatikan bungkusan itu lebih dekat lagi.

Ternyata benar dugaan Kusosi bahwa bungkusan mencurigakan itu adalah seorang bayi. Anak manusia tanpa dosa ini pun menangis keras-keras ketika tubuh mungilnya diperiksa oleh Kusosi.
Sontak lelaki itu memberitahukan kepada istrinya. Mereka pun keluar rumah untuk menceritakan penemuan bayi itu kepada para tetangga. “Sebelum memberitahukan kepada para tetangga, saya dan istri memeriksa selimut bayi itu. Kami menemukan tulisan nama ‘Muhammad Zulfaris Septian’ di balik selimut,” kata Kusosi.

Di samping bayi tergeletak satu kotak lengkap berisi perlengkapan bayi, seperti popok, minyak telon, baby oil, dan susu ibu hamil. Ditemukan pula tulisan nama ‘Nyonya Valencia’. “Saya merasa bingung, mau diapakan bayi ini. Akhirnya kami memutuskan untuk menghubungi ketua RT yang akhirnya menghubungi kepolisian,” terang Kusosi.

Secara terpisah, Kapolsek Pontianak Selatan AKP Kartyana menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dinas terkait untuk penanganan lebih lanjut. Bayi malang itu pun dilarikan ke Rumah Sakit Anton Soedjarwo Polda Kalbar untuk dilakukan perawatan.
“Kita juga telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kota Pontianak terkait temuan ini sehingga bayi ini akan diberi penanganan lebih lanjut,” ucap Kartryana.

Sedangkan orangtua yang membuang bayi itu akan dilakukan penyelidikan. Petunjuk awal adalah nama bayi itu. “Orang tuanya akan kita cari,” tegas Kartyana.

Ada kisah mengharukan ketika bayi itu belum lama tiba di rumah sakit itu. Tatkala sejumlah bidan sibuk melakukan perawatan, seorang personel polisi yang sedang bertugas jaga, mengambil inisiatif. Si polisi mendekat dan mengumandangkan azan di telinga kanan bayi yang sedang disusui lewat botol.

Sementara itu, Kepala Bidang Sosial, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Pontianak Linawati memastikan akan bekerjasama dengan Lembaga Kesejahteraan Ibu dan Anak (LKIA) setempat terkait perawatan bayi terlantar itu. “Kami akan tangani, kami akan rawat bekerjasama dengan LKIA,” katanya secara terpisah.

Pihaknya lebih mengutamakan keselamatan bayi itu kemudian memikirkan upaya menemukan orangtuanya. Pihak Linawati sebelumnya sudah mengembalikan dua bayi lain yang ditelantarkan orangtuanya. “Kemarin ada dua bayi terlantar di RS Jeumpa, dan telah kita kembalikan. Untuk bayi ini, kami lebih mengutamakan keselamatannya,” tegasnya.

Dari sejumlah kasus serupa, menurut Linawati, penelantaran bayi lebih disebabkan faktor ekonomi. Orangtua bisa saja tidak mampu menghidupi bayinya, semisal untuk membayar biaya persalinan di rumah sakit. “Setelah apa yang saya tangani, dua bayi yang diterlantarkan di RS Jeumpa itu karena masalah ekonomi. Mereka kurang mampu, dan Alhamdulillah sekarang sudah selesai,” jelasnya.

Oscar, staf bagian rehabilitasi sosial di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Pontianak mengaku, pihaknya sudah mendapat kabar terkait penemuan bayi tersebut. Namun untuk merawat, pihaknya masih menunggu konfirmasi dari Polresta Pontianak yang sedang menangani perkara tersebut. “Sekarang kita lagi menunggu informasi dari polresta. Ketika suratnya ada, kita akan jemput bayi itu,” ujarnya.

Terkait penanganan, menurut Oscar, pihaknya setelah menjemput akan menyerahkan bayi itu ke LKIA Kota Pontianak untuk perawatan selanjutnya.